JARINGPANGAN.COM — Peran petani dalam rantai pasok komoditas pertanian sangatlah penting. Selain berperan sebagai pemasok utama komoditas tersebut, petani juga terlibat sebagai pihak yang menjual atau memasarkan komoditas yang dihasilkannya. Pada komoditas pokok seperti beras, peranan mereka masih perlu ditingkatkan.
Realita yang terjadi lapangan justru acapkali merugikan petani. Rantai pasok beras yang panjang sering dikaitkan dengan posisi petani yang tidak menguntungkan karena mereka tidak memiliki kuasa untuk harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG). Petani tidak memiliki posisi tawar yang menguntungkan saat bertransaksi karena harga komoditas yang mereka hasilkan sangat bergantung pada pasar. Alhasil, petani hanya bertindak sebagai price taker dan bukan price maker. Selain itu Harga Pokok Pembelian (HPP) yang ditawarkan Bulog sebagai perwakilan pemerintah tidak jarang lebih rendah daripada harga pasar. Petani akhirnya tidak memiliki pilihan untuk mendapatkan keuntungan.
Berangkat dari keprihatinan atas fenomena ini, Jaring Pangan Indonesia hadir mengubah rantai pasokan konvensional menjadi digital sehingga mempersingkat proses pasokan ke pasar melalui pasar pertanian digital.
Posisi petani di dalam rantai pasok tidak menguntungkan padahal petani adalah penghasil komoditas. Dengan panjangnya rantai pasok distribusi beras hingga ke konsumen, sudah sepatutnya petani mendapatkan posisi yang lebih baik dan mendapatkan keuntungan dari harga jual beras di tingkat konsumen.
Jaring Pangan Indonesia lahir sebagai sebuah startup yang fokus mendigitalisasi bidang pertanian dan peternakan dengan visi menjaga pasokan pangan di Indonesia.
Saat ini kita dihadapkan pada kenyataan bahwa adanya ketidaksiapan dari petani untuk berjualan secara daring. Solusi atas kendala itu, Jaring Pangan menawarkan solusi sistem e-commerce agar daya beli pasar dan supply dari produsen bisa lebih seimbang,” ujar CEO & Founder Jaring Pangan Indonesia, Tjong Benny.
Model perdagangan elektronik yang dipilih Jaring Pangan akan membantu petani untuk mengoptimalkan penjualan hasil produksi mereka seperti beras, gula, dan garam kepada pelaku bisnis seperti agen. Lebih dari itu, Jaring Pangan juga membawa angin segar untuk produsen kebutuhan pangan hewani berupa daging, ayam, dan telur. Dengan kata lain, dalam hal ini Jaring Pangan Indonesia berfokus pada bisnis B2B dengan konsentrasi pada kebutuhan pangan dasar masyarakat Indonesia melalui pengoptimalan ekosistem digital.
Benny menambahkan, Jaring Pangan juga menghadirkan platform JaPang Apps yang kaya fitur, seperti sales tools, faktur, sistem manajemen inventaris, pemantauan permintaan pasokan, hingga manajemen pergudangan. Dengan sistem e-commerce yang komprehensif ini, kami optimis pada penjualan hasil pertanian menjadi lebih optimal.
Semangat digitalisasi ini muncul dari peluang pasar yang sangat besar atas kebutuhan pangan dan gizi dasar bagi masyarakat Indonesia. Saat ini, setidaknya, untuk kebutuhan konsumsi satu orang masyarakat Indonesia dibutuhkan pasokan beras sebesar 1,57 kilogram dalam 1 minggu. Belum lagi kebutuhan pasokan akan telur, ayam, serta daging.
Bicara soal pasokan beras, kebutuhan ini baru didukung sekitar 94% oleh unit penggilingan padi dan berpusat di pulau Jawa. Itu pun dalam skala yang kecil. “Jaring Pangan melihat ini sebagai sebuah kesempatan yang bisa memberi dampak pada petani lokal dengan mendistribusikan hasil produksi mereka secara lebih merata melalui teknologi yang di tawarkan,” tutur Benny.
Dalam perjalanannya hingga September 2021, Jaring Pangan telah berhasil mendistribusikan 2.000 ton beras, 224 ton daging, 235 ton telur, dan 98 ton ayam karkas dari 14 produsen pangan di Indonesia kepada agen yang tersebar di berbagai kota.
Jaring Pangan terus melakukan pengembangan di berbagai sisi untuk membangun portofolio pencapaian yang lebih tinggi, di antaranya pengembangan JaPang Apps yang akan diperkaya dengan berbagai fitur. Selain itu, Jaring Pangan juga tengah berfokus pada ekspansi layanan untuk menjangkau seluruh pulau utama di Indonesia, peningkatan kapasitas dan kemampuan tim, keitraan dengan pengelola gudang lokal, serta melakukan kolaborasi dengan petani di daerah melalui upaya perbaikan infrastruktur dan menciptakan jaringan petani di seluruh Indonesia.
“Jaring Pangan ingin membuktikan bahwa teknologi dapat membantu petani dalam mengembangkan usaha mereka. Para petani yang sebelumnya melakukan proses penanaman, panen, hingga penjualan dengan cara manual, kini bergerak memanfaatkan teknologi digital. Setelah terjual, petani bisa langsung memulai penanaman baru. Inilah siklus yang ingin dibangun Jaring Pangan Indonesia dan ekosistemnya,” lanjutnya.
Pada akhirnya, kehadiran Jaring Pangan Jaring adalah untuk mendukung ekosistem bisnis yang sehat dengan menyederhanakan proses penawaran dan permintaan serta mengoptimalkan waktu dan tenaga kerja untuk memastikan pasokan pangan tetap terjaga. (*)